Posted in Momdriver's Diary

Ikhlas

Membaca postingan Rahel Yosi Ritonga, seperti membaca curhatan isi hati saya. Saya menyelesaikan pendidikan D3 hanya dalam kurun waktu dua tahun. Lalu bekerja di usia 20 tahun. Bekerja di perusahaan yang sama selama 16 tahun dari gaji 150rebu sampai gaji delapan digit. Melanjutkan jenjang pendidikan S1 dengan biaya sendiri, membeli rumah dengan angsuran yang mencekik, dan kemudian menikah dan beranak pinak. Kami menanti kehadiran anak lumayan lama. 4 tahun baru mendapatkan Si Mas. Selama itu perlu perjuangan melawan kanker tahap satu.

Sejak punya anak, prioritas hidup saya mulai berubah. Bukan lagi mengejar karier. Tantangan mutasi luar kota yang jauh dari keluarga menjadi masalah besar. Tawaran kenaikan gaji yang menggiurkan pun tidak menarik lagi. Waktu itu segala jurus membujuk suami untuk minta ijin belum di acc karena berbagai pertimbangan. Salah satunya, cicilan rumah dan mobil yang belum lunas.

Setelah lahir anak kedua, godaan untuk resign makin besar. Tawaran promosi pun di depan mata. Tapi prioritas telah berubah. Mungkin memang sudah jalan Tuhan. Suami promosi bukan lagi ke luar kota, tapi lintas pulau. Mantap kan. Usia Si Adik 5 bulan waktu kami memutuskan mengambil tawaran promosi suami. Godaan untuk resign makin besar. Kami menggunakan tiga asisten rumah tangga karena beberapa hari di awal bulan saya berangkat kerja jam 5 pagi sampai jam 6 sore.

Rasanya kok nggak adil ya.

Waktu itu perasaan bersalah makin menjadi. Kami menjalani kehidupan seperti ini selama kurang lebih satu tahun. Suami di Kalimantan. Saya di Magelang. Di rumah tiga asisten rumah tangga menjaga anak-anak saya. Sampai suatu hari saya mendapat informasi akan mendapat mutasi ke Jogja. Itu yang terdekat dibandingkan Tegal atau Semarang. Paling dekatpun memaksa saya untuk berangkat pulang pagi dan malam. Kalau di Magelang, saya masih sesekali sempat pulang untuk memberi Si Adik ASI.

Cicilan rumah dan mobil selesai.

Keputusan bersama diambil. Resign. Dan saya pun menyandang profesi MOMDRIVER.

Menyesal?

Sampai detik ini, setelah lebih dari tiga tahun saya berprofesi jadi momdriver, tidak ada rasa sesal sedikitpun. Sedih karena nggak pegang uang sendiri, iya. Tapi kalau mengingat saya bisa melihat pertumbuhan anak-anak, rasanya semuanya terbayar.

Hidup memang selalu harus memilih. Seringnya ada hal-hal yang harus dikorbankan. Tapi kalau kita ikhlas menjalani, saya percaya semuanya akan dimudahkan. Memang tidak selalu mudah tapi kalau kita sepakat dengan suami, kita akan menemukan solusi-solusi yang paling memungkinkan yang bisa kita ambil.

Saya tidak pernah terintimidasi dengan riuhnya perang opini mana yang lebih baik : ibu bekerja atau ibu rumah tangga. Karena masing-masing menjalani atas keputusan yang terbaik yang paling memungkinkan dari masing-masing keadaan rumah tangga yang dijalani. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Saya percaya masing-masing keluarga pasti mengusahakan yang terbaik untuk orang -orang yang dikasihinya.

Author:

simply complicated. ex-banker. fulltime momdriver. part time dreamer.

Leave a comment